Tujuan Hidup Manusia di Muka Bumi ini

SEMUA KEGIATAN HARUS BERORIENTASI PADA TUJUAN HIDUP MANUSIA Sungguh bahwa allah SWT menempatkan Manusia keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia, “Walaqad karramna Bani Adam.” (Q/17:70). Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat yang satu dengan yang lainnya (Q/49:13).
Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan (yang berbeda), padahal seandainya Tuhan mau, seluruh manusia bisa disatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk memberikan peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, “fastabiqul khairat.”(Q/5:48). Oleh karena itu sebagaimana dikatakan oleh rasul SAW, agar seluruh manusia itu menjadi saudara antara satu dengan yang lainnya, “Wakunu ‘ibadallahi ikhwana.”(Hadist Bukhari). Pandangan hidup yang berorientasi ketuhanan ini terkait erat dengan pandangan bahwa manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, yang diciptakan-Nya dalam sebaik-baik kejadian. Manusia berkedudukan lebih tinggi daripada ciptaan Tuhan lainnya, dimanapun di seluruh alam, malah lebih tinggi daripada alam itu sendiri. Tuhan telah memuliakan manusia. Oleh sebab itu, manusia harus menjaga harkat dan martabatnya itu, dengan tidak bersikap menempatkan alam atau gejala alam lebih tinggi daripada dirinya sendiri , atau menempatkan seseorang, atau diri sendiri, lebih tinggi daripada orang lain. Pada hakikatnya, manusia diciptakan sebagai makhluk yang baik (fithrah), oleh karena itu masing-masing pribadi manusia harus berpandangan baik kepada sesamanya dan berbuat baik untuk sesamanya. Sebaliknya, sebagai ciptaan yang lebih rendah daripada manusia, alam ini disediakan oleh Tuhan bagi kepentingan manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik yang bersifat spiritual maupun yang bersifat material. Alam diciptakan Tuhan sebagai wujud yang baik dan nyata , dan dengan hukum-hukumnya yang tetap. Manusia harus mengamati alam raya ini dengan penuh apresiasi, baik dalam kaitannya dengan keseluruhannya yang utuh maupun dalam kaitannya dengan bagiannya yang tertentu,guna menghayati keagungan Allah SWT, sebagai dasar kesejahteraan spiritual setiap insan manusia. Dengan memperhatikan alam itu, terutama gejala spesifiknya, manusia dapat menemukan pedoman dalam usaha memanfaatkannya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan prinsip ini, manusia dapat mengemban tugas membangun dunia ini dan memeliharanya sesuai dengan hukum-hukumnya yang berlaku dalam keseluruhannya secara utuh , demi usaha mencapai kualitas hidup yang lebih tinggi. Di atas segala-galanya, manusia juga harus senantiasa berusaha menjaga konsistensi dan keutuhan orientasi hidupnya yang luhur , dengan senantiasa memelihara hubungan dengan Tuhan, dan dengan perbuatan baik kepada sesama manusia. Perbuatan baik kepada sesama manusia yang dilakukan dengan konsisten, tujuan luhurnya adalah menuju rida-Nya, bukan semata-semata dengan mengikuti dan menjalankan segi-segi formal lahiriah ajaran agama, seperti ritus keagamaan. 
Oleh karena itu, manusia harus bekerja sebaik-baiknya, sesuai bidang masing- masing, menggunakan setiap waktu lowong secara produktif dan senantiasa berusaha menanamkam kesadaran Ketuhanan dalam dirinya. Manusia dalam pandangan Allah SWT tidak memperoleh apa-apa kecuali yang ia usahakan sendiri, tanpa menanggung kesalahan orang lain. Ini berarti manusia harus manyadari bahwa semua perbuatannya, baik dan buruk, besar dan kecil, akan dipertanggungjawabkan dalam Pengadilan Ilahi di Hari Kemudian, dan manusia akan menghadapi Hakim Maha Agung, mutlak sebagai pribadi-pribadi, sebagaimana ia juga adalah seorang pribadi ketika Tuhan menciptakannya pertama kali. Karena iman, manusia menjadi bebas dan memiliki dirinya sendiri secara utuh, sebab ia tidak tunduk kepada apapun selain kepada Sang Kebenaran, yaitu Allah SWT. Ini dinyatakan dalam kegiatan ibadah yang hanya ditujukan kepada Tuhan semata, tidak sedikitpun kepada yang lain, karena sadar akan Ke-Maha-Agung-an Tuhan. Namun, dengan iman ini manusia juga hidup penuh tanggung jawab, karena sadar akan adanya Hari Akhirat. Ini secara amaliah dinyatakan dalam sikap memelihara hubungan yang sebaik-baiknya dengan sesama manusia berwujud persaudaraan, saling menghargai, dan saling membantu, karena sadar akan makna penting usaha menyebarkan perdamaian(salam) antara sesamanya. Manusia seringkali melupakan Allah setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam Alquran, “…tetapi setelah setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya… ” (Q.S 10:12 ). Karena itu, Allah dengan keras menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”. (Q.S 10:7 dan 8). “… Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka pada hari ini, dan sebagaimana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”. (Q.S 7:51). Pada ayat yang lain Allah menyatakan, “Barang siapa yang hidupnya di dunia ini buta mata hatinya, tidak mengetahui keberadaan diri tuhannya yang sangat dekat dan Wajib Wujud-Nya, maka kelak di akhirat juga akan lebih buta dan lebih sesat jalannya”. (Q.S 17: 72). Dalam ayat yang lain Allah menegaskan, “Mereka mempunyai hati, tetapi tidak untuk memahami ayat Tuhan, mereka mempunyai mata tapi tidak untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang bahkan lebih sesat dari binatang. Itulah orang-orang yang lalai.” (Q.S 7:179). Manusia tidak akan tahu kapan dipanggil Allah, atau meninggal, karena itu maka bersiaplah menghadapi kematian dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, belajar dan berusaha agar kita selalu siap, agar sewaktu-waktu mati datang, mati dengan selamat dan bahagia. Allah menjelaskan mati yang selamat adalah ” Wajah-wajah mereka (orang-orang beriman) pada hari itu — waktu datang mati/kiamat sugra — berseri-seri. Mereka melihat kepada Tuhannya” (Q.S.75:22-23). Dengan demikiam mati yang selamat adalah matinya seorang yang bertakwa yang hatinya selalu berzikir dan ingat kepada Allah dalam setiap tindakannya di dunia. KESIMPULAN • Setiap manusia memang harus memahami tujuan hidupnya, karena Manusia dalam pandangan Allah SWT tidak memperoleh apa-apa kecuali yang ia usahakan sendiri, tanpa menanggung kesalahan orang lain. Ini berarti manusia harus manyadari bahwa semua perbuatannya, baik dan buruk, besar dan kecil, akan dipertanggungjawabkan dalam Pengadilan Ilahi di Hari Kemudian. Setiap manusia wajib hukumnya merencanakan dan memiliki tujuan hidupnya, karena pada hakikatnya, manusia diciptakan sebagai makhluk yang baik (fithrah) dan memiliki akal daripada mahluk ciptaan Allah lainnya. Alam ini disediakan oleh Allah bagi kepentingan manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik yang bersifat spiritual maupun yang bersifat material. Alam diciptakan Allah sebagai wujud yang baik dan nyata , dan dengan hukum-hukumnya yang tetap. Dan semua ini akan terwujud jika setiap insan manusia menggunakan akalnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan agama serta selalu melangkah dengan berlandaskan ibadah serta ridho Nya. • Manusia yang mengaku muslim dalam kegiatannya sering lalai dengan tujuan hidupnya, disebabkan melupakan ayat yang berbunyi; “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan”. (Q.S 10:7 dan 8).

Labels: ,

0 comments:

 
My Ping in TotalPing.com